Seorang teman, sambil minum kopi, berdiskusi dengan saya sekitar mengapa Gereja Katolik melawan keras legalisasi aborsi. Saya senang untuk menuliskan ringkasannya.
Moto, mengapa aborsi tidak diperbolehkan dalam Ajaran Katolik?
Tindakan menggugurkan kandungan adalah dosa sangat serius. Ini adalah pelanggaran atas perintah Allah, “Jangan membunuh” (Kel 20:13, Ulangan 5:17). Gereja katolik mengajarkan bahwa kehidupan sudah dimulai saat pertemuan sel telur dan sel sperma. Aborsi dengan demikian meniadakan kehidupan atas diri janin, manusia yang tidak salah dan tidak berdosa, dan menumpulkan hati nurani dari ibu dan orang-orang yang terlibat. Apalagi jika harus dilakukan dengan memotong-motong bagian tubuh si janin dalam kandungan. Pengguguran kandungan juga memiliki dampak yang tidak baik pada kondisi psikis ibu yang mengandung.
Siapa saja yang berdosa?
Ibu yang mengandung dan semua yang bekerjasama. Seperti orang yang menganjurkan apalagi memaksa untuk aborsi, yang mengantar, dokter dan perawat yang melakukannya dengan tahu dan mau.
Jika ada yang terlanjur melakukannya karena ketidaktahuan, apa yang harus dilakukan?
Sarankanlah untuk membuat pengakuan dosa kepada Uskup atau Pastor yang diberi kuasa untuk menerima pengakuan. Mungkin ini terlalu tehnis, tetapi untuk langkah awal sarankanlah untuk konsultasi permulaan dengan seorang imam.
Keguguran apakah bisa diartikan aborsi?
Tidak, karena tidak ada unsur kesengajaan.
Bukankah dibanyak negara aborsi dalam kondisi tertentu dianggap legal?
Apa yang legal secara hukum negara belum tentu etis secara moral katolik. Moral Katolik adalah tuntunan untuk menjawab apa yang harus saya lakukan sehingga saya menjadi murid Yesus yang baik. Jadi yang legal secara hukum belum tentu benar secara etika moral katolik.
Apakah ada tindakan yang menyebabkan pengguguran, tetapi tidak bisa disalahkan secara etika moral katolik?
Ada. Misalnya ada seorang Ibu yang mengandung, tetapi mengalami cancer ovarium. Nah, sakitnya ini harus diobati karena kalau tidak akan mengganggu kesehatan dan bahkan kehidupan ibunya. Juga membahayakan bayi yang dikandungnya. Nah, pengobatan atau tindakan medis ini bisa berakibat kematian dari janin yang di kandungan. Inilah dalam bahasa moral katolik disebut prinisp double effect. Tindakannya adalah menyelamatkan ibu yang mengandung, tetapi efeknya adalah kematian dari yang dikandungnya. Secara moral katolik tindakan ini tidak bisa disalahkan.
Bagaimana dengan gadis yang mengandung karena korban kekerasan seksual?
Bicara moral Katolik itu bersifat kasuistik. Secara prinsip, Gereja mengajarkan tidak diperbolehkan adanya tindakan abortus. Namun setiap kasus itu berbeda-beda. Maka jika ada kasus-kasus tertentu, perlu didiskusikan dan dicari jalan keluar yang terbaik. Seperti kasus pemerkosaan yang mengakibatkan trauma. Namun jalan keluar itu harus tidak menabrak ajaran moral Gereja Katolik.
Saudaramu dalam Tuhan,
Fr. Petrus Suroto MSC