Seputar Perkawinan Katolik: Bagian I

by | Jan 9, 2021 | Chaplain | 0 comments

Dalam banyak pengalaman ketika terlibat dalam seminar atau rekoleksi keluarga, sebagian besar pertanyaan umat menyangkut perkawinan katolik. Dalam artikel kali ini, saya ingin menyampaikan hal-hal yang biasa ditanyakan umat. Rujukan: Celebrating Marriage in the Archdiocese of Sydney atau lebih dikenal The Red Book.

Romo, apa sih perkawinan katolik?

Perkawinan adalah sebuah perjanjian. Dengan perjanjian itu seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk persekutuan seluruh hidup, yang terarah kepada kesejahteraan suami-istri, serta terarah dan terbuka kepada kelahiran anak. Jika perjanjian itu diantara sesama orang katolik, maka perjanjian itu diangkat Kristus menjadi sakramen perkawinan. (Kan. 1055 § 1).

Bagaimana perkawinan katolik dinyatakan sah?

Perkawinan dinyatakan sah jika: subyeknya hanya satu laki-laki dan satu perempuan. Formanya, terjadi kesepakatan atau perjanjian di depan petugas Gereja yang sah. Obyeknya: persekutuan seluruh hidup.

Kemudian perjanjian itu haruslah sungguh-sungguh, artinya tidak berpura-pura atau sekedar rekayasa saja (Kan 1101 § 2), tanpa syarat (kan 1102), dan bebas artinya tanpa paksaan atau ketakutan (Kan 1103).

Kalau syarat di atas terpenuhi, biasanya pasangan  mendapat semacam surat perkawinan dari Gereja. Apakah itu menjadi bukti bahwa perkawinan kami sudah sah?

Belum juga. Setelah janji perkawinan dilaksanakan secara sah, perkawinan menjadi sungguh sah kalau sudah terjadi consumatum atau persetubuhan antara pasangan itu. Jika mempelai sudah tinggal serumah, diandaikan bahwa sudah terjadi consumatum.

Apa yang membedakan perkawinan katolik dengan perkawinan dari adat atau agama lain?

Sifat-sifatnya. Perkawinan katolik bersifat unitas et indissolubilitas. Unitas: monogami (hanya satu pasangan). Gereja tidak memperkenankan poligami. Indissolubilitas itu artinya tidak terputuskan. Perkawinan katolik tidak mengenal perceraian sampai akhir kehidupan di dunia ini. Hanya  kematian yang bisa memisahkan.

Jika seorang katolik jatuh cinta dengan non-katolik, apakah ia harus dilarang menikah?

Menikah dengan non-katolik adalah halangan perkawinan. Maka jika seorang katolik hendak menikah dengan non-katolik, maka sebaiknya dia meminta supaya calon pasangannya menjadi katolik. Jika hal itu tidak dimungkinkan, pintu belum tertutup karena menikah diakui oleh Gereja Katolik sebagai hak asasi manusia (Kan 1058). Maka halangan itu bisa didispensasi oleh Gereja. Maka bisa mengajukan perkawinan beda agama atau beda Gereja. Namun untuk detilnya bertanya saja kepada pastor Parokimu. Dan pihak katolik  jangan berpikir berpindah agama hanya karena pasangan berbeda keyakinan.

Apa itu penyelidikan kanonik?

Penyelidikan kanonik adalah tanya jawab antara pastor paroki dengan calon nikah untuk mendapatkan kepastian moral bahwa perkawinan yang akan dilangsungkan itu sah (valid) dan licit (Kan 1066). Penyelidikan itu dilengkapi dengan pengumuman di tempat dia tinggal dan tempat dia dibabtis, dibacakan sebanyak tiga kali untuk mengetahui halangan-halangan perkawinan.

Saudaramu dalam Tuhan,

Pst. Petrus Suroto MSC

Kategori