Bulan Kitab Suci Nasional adalah perayaan yang mengundang umat Katolik Indonesia untuk mendekati Kitab Suci dengan lebih dalam. Ini adalah saat untuk merenungkan makna dan ajaran Kitab Suci dalam kehidupan kita. Kitab Suci adalah sumber kebijaksanaan ilahi yang tak terperikan, yang menghidupkan iman kita dan memberikan panduan bagi kita dalam perjalanan spiritual. Seiring dengan peringatan BKSN, mari kita perkuat komitmen kita untuk membaca, memahami, dan menerapkan sabda Allah dalam hidup kita sehari-hari.
Umat CIC Sydney ytk,
Dalam bulan September, Gereja Katolik Indonesia memperingati “Bulan Kitab Suci Nasional” (BKSN). Sebuah perayaan yang penuh makna bagi umat Katolik di seluruh Indonesia.Pertanyaan pertama yang mungkin muncul adalah Bagaimana tradisi BKSN ini dimulai dan untuk tujuan apa?
Untuk menjawabnya, kita harus melihat ke belakang sejarah Gereja Katolik Indonesia hingga ke periode Konsili Vatikan II (KV II). Dalam KV II, terdapat sebuah dokumen yang berbicara tentang Kitab Suci, yaitu Dei Verbum (DV). Dalam DV, para bapa Konsili mengadvokasi pentingnya membuka akses luas kepada Kitab Suci bagi seluruh umat beriman. Konsili ini juga mengajak umat beriman untuk aktif membaca Kitab Suci.
Untuk membuka pintu ini, langkah pertama adalah menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa setempat, termasuk dalam hal ini Bahasa Indonesia. Ini merupakan upaya yang dimulai sebelum KV II dan Gereja Katolik Indonesia telah menyelesaikan terjemahan seluruh Kitab Suci, baik Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB). Namun, KV II mendorong terjemahan Kitab Suci yang ekumenis, yakni terjemahan bersama oleh Gereja Katolik dan Gereja Protestan.
Mengikuti anjuran KV II ini, Gereja Katolik Indonesia mulai berkolaborasi dengan Lembaga Alkitab Indonesia (LBI) untuk menerjemahkan Kitab Suci secara bersama-sama. Ini menghasilkan terjemahan resmi yang diakui oleh Gereja Katolik dan Gereja Protestan di Indonesia. Poin yang membedakan adalah inklusi Kitab-Kitab Deuterokanonika yang diakui oleh Gereja Katolik namun tidak oleh Gereja-gereja Protestan. Meskipun Kitab Suci telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, umat Katolik Indonesia belum benar-benar mengenalnya dan mulai membacanya.
LBI, sebagai Lembaga dari Kantor Waligereja Indonesia (KWI) untuk kerjasama alam urusan Kitab Suci, mengambil inisiatif untuk memperkenalkan Kitab Suci kepada umat dan mendorong mereka untuk mulai membacanya. Salah satu langkah yang diambil adalah mengusulkan dan mendorong Hari Minggu Kitab Suci secara nasional. LBI mencoba pendekatan ini dua kali. Pertama, pada tahun 1975, untuk menyambut terbitnya Alkitab ekumenis, LBI menyarankan setiap paroki mengadakan Misa Syukur pada bulan Agustus. Kedua, pada tahun 1976, bahan-bahan langsung dikirimkan kepada pastor-pastor paroki untuk Hari Minggu Kitab Suci tanggal 24/25 Juli 1976, lengkap dengan bahan pendalaman, leaflet, diskusi, dan sebagainya. Meskipun percobaan ini tidak memberikan hasil sesuai harapan, LBI tetap meyakini bahwa Hari Minggu Kitab Suci harus diteruskan dan diperkuat.
Tujuannya sangat jelas:
1. Mendekatkan Umat kepada Sabda Allah. Kitab Suci adalah sumber iman bagi seluruh umat, dan setiap orang harus dapat melihatnya dari dekat dan mengenalnya lebih baik.
2.Mendorong Penggunaan Kitab Suci. Sekedar melihat dan mengagumi Kitab Suci belum cukup. Umat perlu didorong untuk memiliki dan menggunakan Kitab Suci dalam kehidupan sehari-hari mereka. Setidaknya, setiap keluarga harus memiliki satu Kitab Suci di rumah.
Transformasi menjadi BKSN
Seiring berjalannya waktu, minat umat untuk membaca dan mendalami Kitab Suci semakin berkembang. Satu Minggu tidak lagi cukup untuk mengadakan kegiatan-kegiatan seputar Kitab Suci. Inilah mengapa kegiatan-kegiatan ini diperluas menjadi seluruh Bulan September, dan sejak itu, Bulan September telah menjadi Bulan Kitab Suci Nasional.
Dalam perjalanan sejarahnya, Kitab Suci bukan sekadar teks, tetapi sebuah wahyu ilahi. Kitab Suci adalah sabda Allah yang diilhamkan melalui para penulis yang digunakan-Nya, yang menulis dengan cakap dan kemampuan mereka sendiri. Setiap pernyataan yang diilhamkan oleh Roh Kudus harus dipandang sebagai pernyataan Roh itu sendiri. Kitab Suci adalah kanon yang tanpa cacat dalam mengajar kebenaran, yang mengarahkan kita pada keselamatan. Namun, Kitab Suci juga adalah sebuah teks yang harus ditafsirkan. Penafsiran Kitab Suci memerlukan pemahaman yang cermat terhadap jenis sastra yang digunakan, konteks sejarah dan budaya, serta tradisi Gereja. Kitab Suci mengemban sabda Allah, dan penafsiran harus dilakukan dengan Roh Kudus sebagai panduan. Ayo kita semakin mencintai Kitab Suci.
Tuhan memberkati.
Fr. Agustinus Handoko MSC
Chaplain to the Indonesian Community
193 Avoca St, Randwick NSW 2031