Umat CIC Sydney ytk,
Judul di atas diinspirasi oleh sebuah kisah yang disampaikan oleh Penginjil Lukas tentang anak hilang yang pulang kembali ke rumah Bapanya. Ketokohan si anak hilang ini yang membuat kisah ini menjadi terkenal dan sering disebut kisah Anak Hilang/Prodigal Son.
“Prodigal” dapat diartikan sebagai boros, suka menghambur-hamburkan harta, royal, tetapi juga di dalam arti yang positif berlimpah-limpah, bahkan karena kesungguhannya di dalam memberikan kepunyaannya maka dapat diartikan habis-habisan, berlebih-lebihan di dalam mencurahkan segala yang dimilikinya.
Membaca kisah dalam Injil Lukas tentang Anak yang hilang, naluri moralistik kita secara umum mengatakan bahwa Anak Bungsu yang telah meminta warisan kepada ayahnya bahkan sebelum ayahnya meninggal dunia adalah anak yang durhaka dan kurang ajar.Dan secara umum kita akan mengapresiasi Si Sulung yang telah menjadi anak yang taat kepada orang tuanya. Tetapi ketika mencerna bagian itu secara lebih mendalam, ternyata tokoh utama dari kisah ini adalah Sang Ayah itu sendiri.
Si Bungsu yang adalah tokoh antagonis, Si Prodigal Son, yang telah memboroskan harta kepunyaan ayahnya dan hidup secara tidak bermoral, dan kemudian datang kembali kepada ayahnya di dalam kemelaratannya. Harga dirinya hancur, bahkan nilainya pun lebih rendah dari orang upahan di rumah orang tuanya. Tetapi justru di situ nampaklah belas kasihan ayahnya yang melimpah atas kehancuran hidupnya, dan ayahnya melimpahkan dan memulihkan segala kehormatan anak yang bungsu tersebut.
Ayahnya habis-habisan, tidak tanggung-tanggung, menghamburkan segala kepunyaannya, bahkan harga dirinya untuk menerima anak yang hilang ini. Sebuah pesta anak lembu tambun, nyanyian dan tarian dihadirkan untuk menyambut kepulangan Si Bungsu, yang telah mati tetapi hidup kembali. Sebuah happy ending bagi Si Bungsu.
Sebaliknya bagi Si Sulung, orang yang sungguh taat tetapi juga tidak mengalami sukacita, adalah kisah yang ironis. Di dalam ketaatan kepada ayahnya, ternyata ia tidak mengalami sukacita. Ia iri dengan pesta penyambutan adiknya yang tidak tanggung-tanggung. Di dalam ketaatannya kepada ayahnya, ternyata ia kehilangan relasi yang sejati dengan ayahnya, pun dengan adiknya. Tidak ada seberkas kasih yang dinyatakan kepada mereka.
Umat CIC Sydney ytk,
Mencerna kisah ini hanya sebagai sebuah nasihat moral, jangan seperti Anak Bungsu, tetapi hiduplah taat seperti Anak Sulung akan menghilangkan makna yang terdalam dari kisah ini. Tokoh cerita ini adalah sang ayah. Ia yang menjadi pusat dari segala peristiwa yang terjadi, bukan Si Bungsu, si Prodigal Son, dan juga Si Sulung. Di dalam kesesatan, pemberontakan, kebodohan Si Bungsu, Sang Ayah tetap menyatakan kasih yang berlimpah, royal, boros, tanpa hitungan, tanpa syarat kepada anaknya yang telah hilang ini. Bahkan Sang Ayah yang terlebih dahulu menyambut kepulangan anaknya, tak terduga, lebih dari apa yang Si Bungsu pikirkan. Sang Ayah tidak menjaga reputasinya, namun justru merendahkan dirinya, membuang segala gengsinya untuk menyambut kepulangan anaknya serta merayakannya.
Namun di luar tempat pesta itu, Si Sulung yang taat, dan bermoral itu bermuram durja, tidak mampu merayakan kisah bahagia ini. Hal ini melukai rasa keadilannya, karena ia kehilangan kasihnya, dan menjadi beku di dalam ketaatannya. Pesta itu sungguh di luar segala pertimbangannya. Ada bahasa yang berbeda, yaitu bahasa kasih yang dinyatakan oleh Sang Ayah di dalam peristiwa ini. Anak Bungsu itu mengalami kasih penerimaan tanpa syarat, dan dia dipulihkan lagi harkat martabatnya sebagai anak, karena Sang Ayah yang menanggung resiko segala kesalahannya. Semua usaha untuk memahami ini di luar bahasa tersebut (bahasa kasih) membuat cerita ini hanyalah sebuah pepesan kosong.
Sebuah ungkapan dalam Bahasa Jawa tepat untuk mengekspresikan sikap dari Sang Ayah ini, ”babar pisan”, habis-habisan ia memberikannya secara berlimpah, royal, boros, tanpa hitungan, tanpa syarat kepada anaknya yang nakal ini. Si Anak bungsu mengalami sukacita yang tanpa syarat, ia pun tidak mampu membalas semua itu, kecuali menyerahkan hidupnya di dalam rengkuhan kasih ayahnya.
Di dalam pemahaman kita, Sang Ayah adalah penggambaran Allah sendiri. Dialah Prodigal God. Allah yang tidak pernah berhitung untuk melimpahkan segala anugrah dan kebenaran-Nya kepada setiap orang yang hancur hati mencari Dia, bahkan yang terbesar dari-Nya pun telah dianugrahkan kepada manusia.Dia yang tidak menyayangkan Sang Anak yang datang daripada-Nya, melainkan telah menyerahkan-Nya bagi kita semua, masakan Ia tidak menganugerahkan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Sang Anak itu? Benar apa yang dikatakan dalam Yoh 3:16-17:
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.”Semoga kita siap menjadi Prodigal God yang siap merengkuh dengan penuh cinta seandainya anak, pasangan dan teman kita menjadi Prodigal Son.
Ametur
RP. Agustinus Handoko HS MSC
Chaplain to the Indonesian Community
193 Avoca St, Randwick NSW 2031
PO BOX 309, Randwick NSW 2031
Email: hanhanmsc@yahoo.com atau Chaplain@cicsydney.org