Umat CIC Sydney ytk,
Minggu ini kita merayakan hari raya Penampakan Tuhan atau Epifani. Maka, dalam bulletin edisi minggu ini, saya mengajak kita untuk mengulas tentang Sejarah hari raya Epifani dan maknanya untuk kita. Mari kita Simak penjelasan di bawah ini, yg diambil dari beberapa narasumber.
Hari Epifani (Epiphany) dirayakan setiap tanggal 6 Januari. Epifani menjadi tanda berakhirnya musim liburan umat kristiani. Hal itu seperti yang diterangkan dalam situs resmi “National Today”, di mana banyak orang yang sudah melepas ornamen Natal menjelang tahun baru. Namun banyak pula yang menutup perayaan kelahiran Yesus Kristus atau Natal pada 6 Januari.
Epiphany merupakan hari raya di mana umat kristiani merayakan wahyu Tuhan yang berinkarnasi sebagai Yesus Kristus. Perayaan Epifani mengakhiri 12 hari perayaan Natal.
Di awal abad keempat, gereja-gereja di Romawi Timur merayakan Natal pada 6 Januari. Sementara gereja-gereja di barat merayakannya pada 25 Desember. Itu sebabnya, banyak yang menyebut Hari Epifani sebagai perayaan Natal kuno. Di Spanyol misalnya, banyak anak-anak yang tidak menerima hadiah pada Hari Natal. Mereka menerimanya pada 6 Januari. Kemudian di Irlandia, banyak yang menyebut Hari Epifani sebagai Little Christmas Women’s Christmas. Sebab, banyak pria Irlandia yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga di hari itu. Tradisi populer lainnya seperti menyanyi, makan kue, pergi ke gereja, dan berenang di musim dingin. Setelah itu mereka melepas ornamen Natal.
Sementara dalam situs resmi Gereja Ibu Teresa Paroki Cikarang dijelaskan, Epifani adalah momen di mana Tuhan menampakkan kemuliaan-Nya. Maka disebut Hari Raya Penampakan Tuhan. Pengertian ‘Penampakan Tuhan’ berasal dari kata Epiphaneia dalam bahasa Yunani, yang secara harafiah berarti ‘penampakan yang mencolok’. Kata itu digunakan dalam Perjanjian Lama merujuk pernyataan Tuhan (2 Mak 15:27). Sedangkan dalam Perjanjian Baru digunakan untuk merujuk kelahiran Kristus atau penampakan-Nya usai kebangkitan serta kedatangan-Nya yang kedua (2 Tim 1:10). Dengan demikian, kata Epifani digunakan untuk merujuk pada penampakan keilahian Tuhan.
Pada Kristianitas awal, gereja merayakan Hari Epifani setiap 6 Januari untuk memperingati empat momen sekaligus. Empat momen itu yakni kelahiran Yesus, kedatangan orang-orang majus, pembaptisan Tuhan dan pernikahan di Kana. Tradisi itu berlanjut dalam gereja barat (Katolik Roma) maupun gereja timur (Ortodoks) sampai abad kelima. Dalam Konsili Tours tahun 567, gereja barat memutuskan memisahkan peringatan kelahiran Yesus dari Hari Epifani. Kelahiran Yesus atau Natal diperingati pada 25 Desember dan Epifani dirayakan 6 Januari. Pada 1955, Paus Pius XII memperbarui liturgi dengan memisahkan pembaptisan Tuhan dari Hari Epifani. Sejak saat itu, Hari Epifani hanya memperingati penyembahan Bayi Yesus oleh tiga orang majus dari timur.
Umat CIC Sydney ytk,
Ketika menyampaikan homilinya pada perayaan Epifani di Vatikan, Paus Fransiskus mengajak orang-orang beriman untuk senantiasa membuka diri pada kehadiran pribadi Yesus Kristus. Menariknya, ajakan Paus disampaikan dengan memperlihatkan sebuah contoh sederhana dan tidak rumit. Pemimpin Gereja Katolik sejagat itu mengumpamakan keterbukaan hati orang seperti para Majus dari Timur. Dari pada takut kehilangan status dan kekuasaan kita seperti Herodes, orang-orang Majus telah memberikan teladan tentang hati yang terbuka dan rela menerima kehadiran Yesus di tengah dunia.
Orang Majus, kata Paus Fransiskus, terbuka terhadap “kebaruan” Mesias. Mereka membiarkan diri mereka dibimbing oleh bintang dan berani menempuh perjalanan panjang dan berisiko. “Bagi mereka terungkap kebaruan yang paling besar dan paling mengejutkan dalam sejarah, yakini Tuhan menciptakan manusia.”
Paus juga mengatakan orang Majus datang menyembah Yesus dan mememberikan hadiah. Mereka memberikan contoh ketekunan dan kemurahan hati. Tidak sampai di sini. Ketika kembali ke negara mereka, mereka membawa dalam dirinya misteri Raja Kristus yang rendah hati dan miskin itu.Paus Fransiskus sungguh yakin bahwa berkata bahwa orang-orang Majus itu pasti memberi tahu semua orang yang mereka kenal tentang “keselamatan yang dipersembahkan oleh Allah di dalam Kristus kepada semua orang. Tak hanya mengungkap contoh sederhana seperti para Majus. Paus kemudian merefleksikan perayaan manifestasi Yesus Kristus dalam sebuah simbol yang juga sederhana, simbol yang selalu dijumpai, dibutuhkan dalam keseharian hidup manusia. Simbol itu tak lain adalah terang (Light). Terang atau cahaya ini, menurut Paus, telah dijanjikan dan ditulis dalam Perjanjian Lama. “Bangkitlah dalam kemegahan, Yerusalem! Terangmu telah datang, kemuliaan Tuhan bersinar atasmu (Yes 60:1).
Menurut Paus, nubuat Yesaya itu cukup mengejutkan karena hal itu datang setelah orang Israel kembali dari pengasingan dan mereka menemukan Yerusalem dalam reruntuhan. Karenanya, Paus Fransiskus mengajak setiap orang beriman agar selalu terbuka dan senantiasa didorong untuk membiarkan cahaya Betlehem menjangkau hatinya. Dengan kelahiran Yesus, cahaya yang dinubuatkan oleh Yesaya “hadir dan ditemukan kembali dalam Injil.” Kali ini, keselamatan yang datang dari Yesus berifat universal, untuk semua orang.
Tentu saja tidak semua orang sanggup membuka hati dan pikirannya untuk menyambut kehadiran Yesus di dunia. Apalagi ketika kehadiran Yesus telah dianggap dapat mengancam kemapanan dan kenyamanan diri, seperti pengalaman Herodes. Rasa takut seperti inilah sering menjadi sebab orang menutup pintu hatinya akan keselamatan yang datang dari Allah. Maka, kepada setiap orang beriman Paus mengajak agar kita senantiasa membiarkan diri untuk cerahkan oleh Kristus. Janganlah kita membiarkan rasa takut menutup hati kita, tetapi marilah kita memiliki keberanian untuk membuka diri terhadap cahaya yang lembut dan bijaksana ini.
Mari kita hidupi ajakan Paus Fransiskus dalam kehidupan sehari-hari kita. Happy Epifani – Ametur.
RP. Agustinus Handoko HS MSC
Chaplain to the Indonesian Community
193 Avoca St, Randwick NSW 2031
PO BOX 309, Randwick NSW 2031
Email: hanhanmsc@yahoo.com atau Chaplain@cicsydney.org