Minggu I Adven
Yes. 63:16b-17; 64:1, 3b-8
1 Kor 1:3-9
Markus 13:33-37
Kita sekarang memasuki masa Adven. Masa Adven merupakan masa penantian. Namun yang kita tunggu bukan artis, tetapi Tuhan. Tentu bobotnya berbeda. Kepada Tuhan kita mencintai-Nya, menuruti perintah-Nya dan bahkan mempercayakan keselamatan jiwa kita kepada-Nya. Maka kerinduan untuk bertemu dekat dengan Yesus, sudah seharusnya menjadi sikap dasar kita dalam memasuki masa Adven.
Kata Adven berasal dari bahasa Yunani parusia atau dalam bahasa latin, adventus yang berarti kedatangan. Pada masa adven ini kita menantikan datangnya Tuhan sang Mesias. Kedatangan itu bukan hanya kelahiran-Nya di kandang Betlehem, tetapi juga kedatangan Yesus untuk kedua kalinya, yang datang sebagai hakim untuk segala bangsa. Itulah sebabnya Bunda Gereja mengajarkan, selain sikap gembira dalam menyambutnya, juga perlu membangun sikap tobat dalam memasuki masa Adven.
Katekismus Gereja Katolik menulis, “Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan datangnya Mesias; dengan demikian umat mengambil bagian dalam persiapan menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kedatanganNya yang kedua. Adven bukan bagian dari Natal, tetapi masa persiapan sehingga lagu-lagu natal tidak digunakan.”
Sebuah penantian dikatakan membawa hasil jika pribadi yang menanti dan yang dinanti bertemu. Sebaliknya, sebuah penantian dinyatakan sebagai penantian yang gagal jika antara yang menanti dan yang dinanti tidak bertemu. Masa Adven sering tidak membawa hasil karena kita tidak berupaya untuk berjumpa dengan Tuhan. Maka diperlukan sikap tobat dalam memasuki masa adven.
Menyambut Tuhan itu tidak bisa dilepaskan dari konteks kehidupan yang konkrit yaitu kehidupan kita sekarang ini. Pertobatan bukanlah ritus kosong, tetapi langsung berhubungan dengan konteks kehidupan yang konkrit. Namun membangun sikap tobat selama masa adven tidaklah mudah. Dalam dunia dewasa ini, masa Adven sering malah dipakai dengan tujuan komersialisasi menjelang natal. Pertokoan-pertokoan menjadi ramai, orang-orang datang berbelanja lebih dari biasanya. Pertokoan dan pusat perbelanjaan dihiasi dengan Sinterklas dengan keretanya yang bisa memuat keinginan akan barang-barang konsumsi.
Bacaan hari Minggu ini mengajak kita untuk membangun sikap tobat. Bagaimanakah membangun sikap tobat? Pertama, bersama Nabi Yesaya kita perlu untuk merenungkan “Naik ke gunung Tuhan, ke rumah Allah Yakub.” (Yes 2:2). Apa sih yang dirasakan jika kita di atas gunung? Kita akan melihat bumi yang sangat luas, dan kita akan merasa begitu kecil. Di hadapan Tuhan dan ciptaanNya. Dan kemudian akan ada pertanyaan dalam batin kita: Kita membangun hidup dengan mengetahui tujuan akhir dari peziarahan diri kita. Tujuan akhir itu adalah berjumpa dengan Tuhan dalam keabadian. Kita diciptakan dengan disain keabadian. Setelah perjuangan hidup di dunia ini masih akan ada hidup yang akan datang. Dan itulah hendaknya yang menjadi arah dasar yang pasti bagi kita.
Sikap kedua adalah sikap peduli kepada Tuhan. Kedatangan Tuhan Yesus –terutama kedatanganNya yang kedua, tidak dapat disangka-sangka. “Berhati-hati dan berjaga-jagalah sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya akan tiba” (Mark 13:33). Tuhan datang dengan tersembunyi. Padahal Dia bukan duta tetapi Sang Juru Selamat itu sendiri. Sikap yang membuat kita susah berjumpa dengan Tuhan adalah sikap tidak fokus dan tidak peduli. Ada orang yang ketika masih anak-anak mengatakan aku masih terlalu kecil untuk bertobat. Ketika sudah remaja, dia mengatakan terlalu asyik untuk bertobat. Ketika muda dan gagah dia mengatakan terlau sibuk untuk bertobat. Dan akhirnya ketika sudah tua, dia mengatakan sudah terlambat untuk bertobat.
Adven memang saat untuk menunggu. Menunggu adalah keutamaan karena kebanyakan peristiwa di dunia ini membutuhkan waktu. Ulat membutuhkan waktu untuk menjadi kupu-kupu. Dalam penantiannya ulat tidak pasif tetapi aktif. Dia makan dan kemudian bertapa untuk menjadi kepompong. Setelah menjadi kepompong dia akan berusaha untuk keluar dan menjadi kupu-kupu. Dalam pertobatan, kita menunggu dengan aktif dalam arti menghayati waktu demi waktu apa yang terjadi pada arus waktu yang diberikan Tuhan kepada kita. Dalam perjalanan waktu itu, kita melakukan hal-hal baik yang dikehendaki Tuhan seraya akan melihat juga tanda-tanda kedatangan Tuhan.
Sikap yang ketiga adalah berserah diri untuk dibentuk oleh Tuhan. “Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami.” (Yes 64:8). Menunggu datangnya Tuhan lewat misalnya dengan membaca dan merenungkan sabda Tuhan berarti berserah diri kepada Tuhan. Kita seperti tanah liat yang diberikan Tuhan untuk dibentuk. Cara merasa, berpikir dan bertindak kita sudah selayaknya diwarnai oleh pengetahuan akan Tuhan.
Para saudara, selamat memasuki masa adven. Semoga masa yang indah ini menjadi masa untuk mereformasi diri kita.
Saudaramu dalam Tuhan,
Fr. Petrus Suroto MSC