Umat CIC Sydney ytk,
Walaupun kita tidak menyukainya, hal-hal buruk lekat dengan kehidupan manusia. Apa saja penyebabnya? B-U-R-U-K. (B)lind spot: area yang terluput dari penglihatan. (U)nskilful: ketidakterampilan. W(R)ong way: salah jalan. (U)npredictable: kejadian yang tidak diprediksi. (K)illing: pembunuhan karakter (melalui ucapan, tulisan, dan sebagainya).
Dalam bagian ini diceritakan bahwa Yesus dan murid-murid-Nya sedang menyeberangi Danau Galilea dari Kapernaum menuju Gerasa. Tiba-tiba di tengah perjalanan badai melanda. Peristiwa ini mengajarkan kepada kita bahwa kejadian yang buruk pun bisa menimpa walaupun kita sudah taat. Kejadian-kejadian buruk itu bisa membuat kita takut dan kuatir.
Bagaimana menghadapinya?
- Pertama, jangan menyalahkan, melainkan berseru dan berdoa. Pada waktu itu, murid-murid-Nya menyalahkan Yesus dengan berseru, “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” (ay. 38). Kita jangan menyalahkan siapapun ketika kejadian buruk menimpa kita karena tidak akan mengubah keadaan. Namun ada juga murid-Nya yang berdoa (Bdk. Mat. 8:25). Tuhan bisa menjawab doa melalui berbagai cara.
- Kedua, ingatlah bahwa Yesus memegang kendali dan Dia berdaulat. Peristiwa ini tercatat dalam ketiga Injil namun hanya Markus yang menuliskan bahwa Yesus sedang tidur di Buritan. Ini adalah bagian kapal di mana terdapat kemudi. Artinya, Yesus berdaulat. Dia tidak hanya berdaulat atas alam, tetapi juga roh jahat, penyakit, serta kematian.
- Ketiga, kita perlu memperhatikan apa yang Yesus lakukan, namun terlebih lagi kita perlu mengenal siapa Yesus (ay. 41). Jika hanya terpaku pada apa yang Yesus lakukan, berarti iman kita hanya terpaku pada kondisi yang ada (jika ada mukjizat, kita baru merasa iman kita besar). Tetapi jika kita mengenal Yesus dengan benar, maka kita akan tetap tenang di tengah segala situasi.
Jangan biarkan keadaan menghempaskan Anda. Tetapi, lihatlah kehendak Allah dalam hidup Anda dinyatakan melalui keadaan itu (Billy Graham)
Umat CIC Sydney ytk,
Seberapa sering dalam hidup kita mengalami peristiwa ‘badai melanda hidup kita’. Seberapa sering kita mengalami kekecewaan dan bahkan meragukan kehadiran Yesus, karena teriakan kita minta pertolongan-Nya seolah tidak didengar, tidak disambut? Melalui kisah bacaan Injil hari ini, kita diajak untuk merenungkan kembali seberapa kadar iman percaya kita kepada Tuhan Yesus, pada saat-saat harus menempuh badai kehidupan. Melalui pengalaman para murid ketika menghadapi ombak dan badai yang akan menenggelamkan perahu mereka. Para murid, orang-orang terdekat yang selalu bersama-sama Yesus, yang sehari-hari menyaksikan bahkan merasakan kuasa Tuhan Yesus, pun masih juga ada keraguan kepada-Nya. Apakah kadar iman kita melebihi iman para murid…pertanyaan yang patut direnungkan.
Dalam hidup yang terberkati (berkat sehat jiwa raga, hidup tidak berkekurangan, keluarga bahagia, menikmati status sosial kemasyarakatan, dihormati di lingkungan baik rumah, gereja, tempat kerja…dlsb) sering kita menjadi lengah. Sering kita menganggap bahwa hidup dalam dan bersama Tuhan Yesus, ya seharusnya seperti itu. Padahal, bapak ibu dan saudara yang terkasih, di tengah kehidupan keluarga, jemaat dan masyarakat, kita semua punya kemungkinan menemui beragam badai. Ada saat di mana Tuhan Yesus mengajak kita untuk bertolak ke tempat lain, bertolak ke laut yang lebih dalam, meninggalkan zona nyaman…(seandainya Tuhan bertanya dan mengajak kita, kita akan menjawab, ah Tuhan, jangan saya, atau saya di sini saja. Suatu ungkapan wajar sebab siapa yang mau hidup dalam masalah). Mungkin kita mengalami masalah di tempat bekerja, keluarga sakit tak kunjung sembuh, anak-anak kita jatuh dalam perangkap obat-obat terlarang, atau bahkan mungkin kita dikucilkan dari pergaulan sosial karena ke-Katolik-an kita …dlsb. Dalam menghadapi situasi seperti itu, sebagai ciptaan yang diberi akal budi, tentu kita akan berupaya sebisa dan sekuat tenaga keluar dari badai. Namun, seringkali, sekuat apapun usaha kita hasilnya tidak/belum sesuai harapan dan keinginan. Kita juga berupaya menghadirkan, melibatkan Tuhan, namun tetap tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Muncullah pertanyaan kita, keragu-raguan kita, “Tuhan, di manakah Engkau, apakah Tuhan membiarkan saya semakin tenggelam?”. Dalam situasi itu, reaksi yang muncul adalah menyalahkan pihak lain, bahkan menyalahkan Tuhan, tidak berbeda dengan keluh kesah para murid Yesus.”Guru, Engkau tidak perduli kalau kami binasa”.
Sesungguhnya, saat berada di tengah badai adalah saat yang terbaik untuk merasakan kuasa dan penyertaan Tuhan. Kita akan menjadi lebih tenang dalam menghadapi badai, karena iman dan percaya bahwa Tuhan sungguh-sungguh selalu ada dan menyertai kita. Dia akan memberikan kekuatan yang cukup agar kita mampu melewati setiap badai yang Dia izinkan terjadi dalam kehidupan kita. Dia yang mengajak kita untuk pergi ke seberang, maka tentulah Dia yang bertanggungjawab sepenuhnya akan keselamatan kita.
Umat CIC Sydney ytk,
Tenang di tengah badai bukan berarti pasrah “buta/tanpa berusaha” dan melarikan diri, melainkan suatu sikap siap menghadapi kenyataan. Belajar dari firman Tuhan sebagaimana kutipan injil ini, belajar dari pengalaman hidup yang sudah kita alami, semestinya menjadikan kita menjadi pribadi yang rendah hati, pribadi yang bisa menempatkan diri dengan baik di hadapan Tuhan. Bahwa karena kasih-Nya, Tuhan memberikan kehidupan yang baik bagi kita. Namun setiap saat kita juga harus siap bila diajak Yesus ke “laut yang lebih dalam”. Kita juga harus selalu siap, bila Yesus menghendaki kita mengulurkan tangan bagi siapapun yang “akan/hampir tenggelam”. Mengulurkan dan menjadi kepanjangan tangan Tuhan dan menjadi saluran berkat-Nya bagi sesama. Ungkapan bijak ini, bisa kita renungkan baik-baik…”kapal yang hanya berada di pantai, memang akan selalu aman, tetapi bukan untuk itu sebuah kapal dibuat”. (“a ship in harbor is safe, but that is not what ships are built for…, John Shedd).
Marilah kita selalu berdoa memohon kepada-Nya, saat dalam duka, saat menghadapi badai kehidupan, menghadapi setiap kesulitan yang tidak tertanggungkan: “Ya Tuhan, di saat badai bergelora, aku berserah kepada-Mu, dan ijinkan aku ada selalu bersama-Mu. Aku bersyukur juga Tuhan, sebab Engkau berkenan memakai aku menjadi alat-Mu di saat badai menimpaku dengan tetap peduli dengan sesamaku yang membutuhkan uluran tanganku.”
Semoga Tuhan memberkati kita,
RP. Agustinus Handoko HS MSC
Chaplain to the Indonesian Community
193 Avoca St, Randwick NSW 2031
PO BOX 309, Randwick NSW 2031
Email: hanhanmsc@yahoo.com atau Chaplain@cicsydney.org