JANGAN MENUNDA KEBAIKAN
Janganlah menahan kebaikan
dari pada orang-orang yang berhak menerimanya,
padahal engkau mampu melakukannya (Amsal 3:27).
Saya telah sangat dibantu oleh seorang Suster. Dia seorang psikolog, dan mendampingi saya dalam pembinaan. Terutama mendampingi saya dalam proses luka-luka batin, menenukan jati diri lewat lokakarya berjudul Who Am I dan mengarahkan masa depan menurut tuntunan Tuhan. Sewaktu saya di masa awal pembinaan calon imam, tahun 1991-92 saya sering bimbingan rohani kepadanya. Dan bahkan sering beliau memanggilku dan saya banyak bercerita tentang keterlukaanku terutama waktu kecil. Dia membantuku mengatasi perasaan-perasaan negatif, dan membantuku untuk bertumbuh.
Sekitar enam tahun lalu, beliau menulis email padaku, menceritakan pengalaman dan perjuangan hidupnya. Kami memang berkomunikasi lewat email. Menurutnya, tulisan lebih dalam daripada sekedar bicara. Pada saat menulis itu, dia sakit cancer. Saya tahu dalam hatiku, mungkin dia membutuhkan peneguhan. Dan saya ingin membalas emailnya, ingin mengungkapkan betapa aku berterimakasih padanya atas segala kemurahan dan kebaikan yang dia berikan. Saya ingin ceritakan bahwa cara beliau mendampingi aku sangat mempengaruhi pelayananku, terutama sebagai pembina calon imam.Sesaat saya ingat bagaimana beliau menatapkau saat bimbingan rohani. Matanya teduh dan penuh kasih. Saya ingin menulis email. Namun, saya menunda dan tidak segera membalas emailnya.
Beberapa waktu kemudian, ketika saya sementara menulis untuk membalas email kepadanya, saya mendapat WA. Beliau sudah wafat. Walaupun saya mendoakan keselamatan jiwanya, namun ada penyesalan dalam hati. Kenapa saya menunda? Saya tidak mengira bahwa secepat itu beliau wafat. Perasaanku tidak nyaman. Kalau saya tidak menunda, mungkin saya bisa memberi setitik hiburan pada saat dia membutuhkan.
Menunda adalah kelemahan manusiawi. Kadang kita memang perlu menunda ketika hati dipenuhi oleh emosi. Menunda memberi kita waktu untuk kembali mengatur batin kita. Tetapi menunda berbuat baik?
Ada juga umat yang menunda pertobatan. Dia mendapat sentuhan dari Tuhan dan melihat dosa-dosa dirinya. Namun dia menunda. Dan perasaan dan dorongan untuk bertobat itu sudah terasa kering ketika dia datang ke sakramen pengakuan dosa.
Ada ibu yang menunda ketika ingin menyatakan betapa dia mengasihi anaknya.
Ada anak ingin sekedar meminta maaf kepada orangtuanya atas kesalahan dan berterimakasih atas segala kebaikan. Plus, ingin membahagiakan orangtuanya, dengan mengatur makan malam ekslusif bersama orangtuanya. Tapi dia menunda. Dan kemudian lupa. Dan kemudian terlambat.
Jangan menunda kebaikan.
Saudaramu dalam Tuhan,
Fr. Petrus Suroto MSC